Pages

Kamis, 25 Agustus 2016

Mantra Bangun Pagi dan Sebelum Tidur

Mantra Saat Bangun Pagi 

mantra :

"Om Jagarasca Prabhata Kalasca Ya Namah Swaha "

artinya:

"Ya Sang Hyang Widhi , hamba telah bangun dalam keadaan selamat"



Mantra Sebelum Tidur 

mantra:

"Om Asato Ma Sat Gamaya"
"Tamaso Ma Jyotir Gamaya"
"Mrityor Mamitran Gamaya"

artinya:

"Ya Sang Hyang Widhi , tuntunlah kami dari jalan sesat ke jalan yang benar , dari gelap ke terang hindarkan dari kematian menuju kehidupan sejati"

Kamis, 18 Agustus 2016

Banten Sayut Pengulap


Bali mempunyai banyak aneka ragam upacara, yang setiap upacaranya mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda. Seperti halnya Upacara Ngulapin. 
Kata Ngulapin berasal dari kata Ulap. Ulap adalah bahasa Jawa kuna dan juga bahasa Bali, yang artinya silau. Silau yang dimaksudkan di sini adalah seperti keadaan mata ketika menatap atau memandang sinar matahari. Kalau dijadikan kata majemuk menjadi ulap-ulap”. Ulap-ulap dalam bahasa Bali  berarti suatu alat yang berbentuk empat persegi panjang/bujur sangkar, terbuat dari secarik kain putih yang berisi tulisan hurup-hurup keramat yang menurut agama Hindu dikatakan mempunyai kekuatan yang magis. Biasanya itu diletakan pada halaman depan dari sebuah bangunan, dibawah atap pada kolong rumah,pada waktu memberi upacara ngulap ngambe dari suatu bangunan tersebut. Maksudnya adalah untuk memohon kehadapan Tuhan yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi, agar supaya jika ada unsur-unsur yang ingin mengganggu, menjadi silau.

Biasanya upacara ngulapin ini lebih sering dijumpai ketika ada seseorang yang mengalami kecelakaan. Karena ketika kecelakaan dikatakan bahwa  bayu yang ada pada diri manusia akan terlepas. Ini tentu akan berdampak negatif karena bayu menjadi penggerak kehidupan manusia. Upacara pengulapan inilah yang akan mengembalikan bayu, sehingga hidup orang yang bersangkutan bisa kembali normal seperti sedia kala. Upacara pengulapan bisa dilakukan di perepatan terdekat, karena tujuannya untuk memanggil bagian diri yang tertinggal di tempat kejadian.

Upacara Ngulapin juga dilakukan untuk menyeimbangkan empat saudara yang ada dalam diri manusia yang dikenal dengan sebutan catur sanak — anggapati, rajapati, banaspati dan banaspati raja. Jika manusia terkejut, maka keempat saudara yang ada pada diri seseorang akan menjadi tidak seimbang. Keseimbangan inilah yang akan dikembalikan melalui berbagai sarana yang digunakan dalam upacara pengulapan. Selain itu juga dikatakan bahwa dengan upacara ngulapin, dapat mengurangi atau menghilangkan trauma pada seseorang yang mengalami kecelakaan atau kejadian yang mengejutkan.
 Ada beberapa macam  Upacara Ngulapin yang mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda. Yaitu sebagai berikut:
1. Ngulapin Pitra
Mula pertama dari proses pembakaran mayat, adalah upacara ngangkid atau ngulapin di setra. Yang dimaksud dengan upacara ini adalah mencari galih atau tulang yang akan diaben. Setelah pelaksanaan ini selesai maka terjadilah macam-macam versi, ada juga yang diajak pulang untuk sembahyang pada sanggah kemulan Ring Bhatara Yang Guru.
2. Ngulapin Orang baru Sembuh dari Penyakit
Adapun maksudnya disini adalah supaya orang yang diupacarai ini bisa makan segala macam makanan, maksudnya tidak terpengaruh oleh makanan yang menyebabkan sakitnya kumat/kambuh, dalam bahasa Bali disebut dengan betus. Kendatipun ia sudah sehat tapi kalau belum diadakan upacara pengulapan ia tidak boleh makan sewenang-wenang seperti makan jotan, daging guling dan lain sebagainya, dan juga tidak diperkenankan keluar rumah.
3. Ngulapin Pretima
Yang dimaksud dengan upacara ngulapin ini ialah apabila pretima itu pernah jatuh, disebabkan karena disenggol oleh binatang, seperti kucing tat kala ada upacara di sekitar pratima itu, jatuh karena tempatnya tidak baik, dibawa oleh manusia, selain dari itu mungkin pratima itu pernah dicuri atau dimasuki oleh pencuri.
SARANA BANTEN SAYUT PENGULAP
  1. Aledan sayut
  2. 2 buah tumpeng
  3. 1 buah tulung urip
  4. 5 buah tumpeng sari
  5. 5 buah tipat kedis
  6. 5 buah anak tulung
  7. 5 buah kuangen 
  8. 200 keping pis bolong
  9. Canang burat wangi
  10. sampian pusung 
  11. sampian kembang
  12. beras dan base tampelan 
  13. Raka -Raka dan buah
Berikut gambar tetandingan Banten Sayut Pangulap:
1.Sediakan tempat banten bisa bokor isi taledan kemudian beras dan base tampel 
2. Kemudian isi aledan peras , tumpeng 2 buah, dan  Tulung urip

3. Isi 5 buah tumpeng sari dan 5 buah panak tulung 
4. Isi 5 buah tipat kedis dan 5 buah Kuangen 
5. Isi Canang burat wangi dan pipis bolong 200 keping
6. Terakhir lengkapi dengan sampian kembang dan sampian pusung.

Sabtu, 13 Agustus 2016

Banten Peras

Banten Peras

Banten Peras ini boleh dikatakan tidak pernah dipergunakan tersendiri, tetapi menyertai banten-banten yang lain seperti: Daksina, suci, tulang-sesayut dan lain-lainnya. Dalam beberapa hal, pada alasnya dilengkapi dengan sedikit beras dan benang putih. Untuk menunjukkan upacara telah selesai, maka seseorang (umumnya pimpinan upacara) akan menarik lekukan pada "kulit-peras", dan menaburkan beras yang ada dibawahnya. Pada Lontar Yajna-prakerti disebut bahwa peras melambangkan Hyang Tri Guna-Sakti.

Kiranya kata "Peras" dapat diartikan "sah" atau resmi, seperti kata: "meras anak" mengesahkan anak, "Banten pemerasan", yang dimaksud adalah sesajen untuk mengesahkan anak/cucu; dan bila suatu kumpulan sesajen tidak dilengkapi dengan peras, akan dikatakan penyelenggaraan upacaranya "tan perasida", yang dapat diartikan "tidak sah", oleh karena itu banten peras selalu menyertai sesajen-sesajen yang lain terutama yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Pada prinsipnya memiliki fungsi sebagai permohonan agar semua kegiatan tersebut sukses (prasidha).


Banten Peras terdiri dari unsur – unsur berikut :
  1.       Alasnya Tamas/ taledan/ Ceper: Tamas lambang Cakra atau perputaran hidup atau Vindu (simbol kekosongan yang murni/ananda). Ceper/ Aledan; lambang Catur marga (Bhakti, Karma, Jnana, Raja Marga).
  2.   Kemudian disusun di atasnya Beras (makanan pokok – sifat rajah), Uang Kepeng/recehan (untuk mencari segala kesenangan – sifat tamas), benang (kesucian dan alat pengikat – sifat satwam) merupakan lambang bahwa untuk mendapatkan keberhasilan diperlukan persiapan yaitu: pikiran yang benar, ucapan yang benar, pandangan yang benar, pendengaran yang benar, dan tujuan yang benar.kemudian Kulit Peras.
  3. Dua buah tumpeng (simbol rwa bhineda – baik buruk); tumpeng adalah lambang keuletan orang dalam meniadakan unsur-unsur materialis, ego dalam hidupnya sehingga dapat sukses menuju kepada Tuhan. mengapa dua tumpeng karena sesungguhnya untuk dapat menghasilkan sebuah ciptaan maka kekuatan Purusa dan Pradhana (kejiwaan/laki-laki dengan kebendaan/perempuan) harus disatuakan baru bisa berhasil (Prasidha),
  4. Base tampel/porosan (poros – pusat) yang merupakan lambang tri murti.
  5. Kojong Ragkat, tempat rerasmen/lauk pauk; memiliki makna jika ingin mendapatkan keberhasilan harus dapat memadukan semua potensi dalam diri (pikiran, ucapan, tenaga dan hati nurani)
  6. Diisi buah-buahan, pisang, kue secukupnya – persembahan sebagai hasil kerja kita.
  7. Sampyan peras; terbuat dari empat potong janur dibentuk menyerupai parabola di atasnya, merupakan lambang dari kesiapan diri kita dalam menerima intuisi, inisiasi, waranugraha dari Hyang Widhi yang nantinya akan kita pakai untuk melaksanakan Dharma.
 Berikut gambar -gambar tetandingan banten peras:
1.Ingka atau tamas atau taledan 

2.ISi  beras , pis bolong , base tampelan , dan benang

3. Isi Kulit Peras


4.Letakkan 2 buah tumpeng 



5.Isi Rerasmen , berupa lauk dan kacang saur atau telur


6.Lengkapi dengan rak raka seperti diatas

7.Terakhir Isi Sampian Peras


MANTRA BANTEN PERAS
Oṁ Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Oṁ Pañca wara bhawet Brahma
Visnu sapta wara waca
Sad wara Isvara Devasca
Asta wara Śiva jnana
Oṁ kāra muktyate sarva peras prasidha siddhi rahayu ya namah svaha.

Jumat, 12 Agustus 2016

Kisah Pandawa Mencapai Moksa



Perjalanan suci yang dilakukan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa

Dikisahkan Setelah perang Bharatayuddha berakhir, Yudistira melaksanakan upacara Tarpana untukmemuliakan mereka yang telah tewas. Ia kemudian diangkat sebagai raja Hastinapura sekaligus rajaIndraprastha. Yudistira dengan sabar menerima Dretarastra sebagai raja
sepuh di kota Hastinapura.

Yudistira kemudian menyelenggarakan Aswamedha Yadnya, yaitu suatu upacara pengorbananuntuk menegakkan kembali aturan dharma di seluruh dunia.

Setelah permulaan zaman Kaliyuga dan wafatnya Kresna, , Yudhistira meletakan jabatannya dan memberinya kepada Parikesit cucu Arjuna, satu2nya pewaris tahta yang tersisa . Yudistira memutuskan meninggalkan tahta kerajaan, harta, dan sifatketerikatan untuk melakukan perjalanan terakhir, mengelilingi Bharatawarsha lalu menuju puncakHimalaya.Keempat adiknya Bima, Arjuna , Nakula dan Sahadewa memutuskan ikut bertapa dengannya.Drupadi juga memutuskan untuk ikut bertapa.Akhirnya Panca  Pandawa bersama Drupadi bersama sama mendaki Gunung Himalaya.

Dalam Perjalanan sucinya , Dikaki gunung, seekor anjing mengikuti Yudhistira. Kemana Yudhistira berjalan si anjing mengikuti. Awalnya anjing itu hendak diusir oleh adik – adik Yudhistira, tetapi karena melihat anjing hitam itu, kurus tetapi kuat Yudhistira mencegahnya dan membiarkan anjing itu ikut bersama mereka mendaki gunung.Kemudian para Pandawa dihadang oleh api yang sangat besar, yaitu Agni.

Ia meminta Arjuna agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya yang tak pernah habisdikembalikan kepada Baruna, sebab tugas Nara sebagai Arjuna sudah berakhir di zaman Dwaparayugatersebut. Dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata saktinya ke lautan, ke kediaman Baruna.Setelah itu, Agni lenyap dari hadapannya dan para Pandawa melanjutkan perjalanannya.

 Dalam Perjalanan Tak berapa lama Drupadi terjatuh, badannya lemah sekali. Hawa gunung himalaya yang dingin dan sulitnya jalur pendakian membuat Drupadi kehabisan tenaga. Drupadi meninggal dipangkuan Yudhistira. Yudhistira menahan rasa sedihnya dan meninggalkan jenasah istri tercintanya melanjutkan perjalanan.

Kemudian Setelah Drupadi meninggal kini Sahadewa jatuh tersungkur kelelahan. Yudhistira hanya menghela napas melihat adiknya meninggal. Ketika Sadewa meninggal, Bima bertanya kepada Yudistira, “Kakakku, adik kita ini sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat rendah hati.Mengapa ia meninggal sampai di sini?”. Yudistira yang bijaksana menjawab, “Memang benar bahwa ia sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Sahadewa sangat membanggakan kepintarannya yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah. . Setelah Sadewa meninggal kemudian disusul oleh Nakula. Lalu Bima bertanya kepada Yudistira, Ini saudara kami yang diperlengkapi dengan kebenaran  dan yang selalu taat, Nakula yang takt ertandingi untuk ketampanan, telah wafat.” Lalu Yudistira berkata dengan Ia adalah seorang degnan jiwa yang penuh kebenaran dan kepintaran. Namun dengan ketampanannya ia beranggapan tak satupu yang bisa menandingi ketampanannnya karena ketamakannya itu dia meninggal.


Masih dalam kesedihan yang mendalam Arjuna berjalan sempoyongan dan berkata kepada kakak2nya untuk melanjutkan perjalanan tanpanya. Arjuna Kemudian meninggal. Dan Bimabertanya pada Yudistira, “Aku tidak ingat apapun ketidakbenaran yang diucapkan oleh Arjuna. Bahkandalam bercanda dia mengatakan semua tanpa kepalsuan. Apa kemudian yang menyebabkan ia sampaidisini? Yudhistira berkata, “Arjuna telah mengatakan bahwa ia akan mengalahkan semua musuh kami dalam satu hari. Ia terlalu bangga akan kepahlawanan itu. Oleh karena itulah ia wafat.

Kini Tinggal Yudhistira, Bhima dan anjing yang melanjutkan perjalanan. Dan Bima pun mencapai ajalnya. Sebelum ia meninggal ia bertanya padaYudistira, Wahai kakakku, jika kau tau kenapa aku berakhir disini, katakanlah yang kau ketahui.LaluYudistira berkata,Engkau pemakan besar, dan kamu pernah membanggakan kekuatanmu itu.” Bagaimana dengan Yudhistira? orang yang selama ini dianggap lemah dan bodoh masih mendaki gunung himalaya dengan tekad kuat. Yudhistira kini hanya dengan anjingnya melihat jenasah adik2nya di lereng gunung. Kemudian dia melihat keatas, tampak puncak himalaya yang disinari matahari. Segera ia mempercepat langkahnya, dan tak terasa sampailah Yudhistira dipuncak gunung Himalaya.
Seketika itu, langit terbelah dan Dewa Indra turun dari langit menaiki kereta kencana, dia mengajak Yudhistira menuju Surga. Yudhistira ingin anjingnya ikut ke surga . namun Anjing tidak diperbolehkan masuk surga kata Indra. Maka aku tidak akan pergi. Istri dan adik2ku telah pergi meninggalkan aku sendirian, tetapi anjing ini dengan setia mengikutiku kemana aku pergi kata Yudhistira . Apabila aku pergi kesurga meninggalkan anjing ini sendirian, manusia macam apa aku ini? Indra yang takjub mendengar kata2 Yudhistira beranjak menghormat kepada Yudhistira. Tiba2 si anjing telah berubah menjadi Yama, sang dewa Dharma, avatar Yudhistira. Dia memuji Yudhistira dan mengajaknya naik kesurga.


Sesampainya disurga, Yudhistira melihat para Kurawa dan Sengkuni sedang berpesta pora. Indra berkata bahwa para Kurawa masuk surga karena mereka membela tanah air mereka, sehingga mendapat karma untuk tinggal disurga. Kemudian Yudhistira bertanya, kemana istri dan adik2nya? oleh Indra Yudhistira diajak keneraka dimana Drupadi, adik2nya dan Karna disiksa dineraka karena dosa2 mereka. Yudhistira berkata kepada Indra, biarlah aku tinggal disini bersama istri, kakak dan adik2ku. Apalah arti sebuah surga apabila saudara2mu dan orang2 yang kamu cintai tidak bersamamu?

Indra yang melihat ketulusan hati Yudhistira sekali lagi menghormat kepada Yudhistira. Seketika itu juga suasana berubah total semua menjadi berbalik keadaan Neraka berubah menjadi surga dan surga menjadi neraka. Para kurawa dan Sangkuni kini tersiksa dineraka. Yudhistira, Drupadi, Bhima, Arjuna, Nakula, Sadewa dan karna telah menebus dosa mereka, kini mereka telah moksa tinggal disurga.


Hubungannya dengan moksa yang kita pelajari adalah:

Moksa adalah salah satu Srada dalam ajaran Agama Hindu, yang merupakan tujuan tertinggi dari Umat Hindu. Kebahagiaan yang sejati akan tercapai oleh seseorang apabila ia telah dapat menyatukan jiwanya dengan Tuhan. Di dalam usaha untuk mencapai moksa sudah tentu ada hal-hal yang menghambat untuk mencapai tujuan tersebut. Seperti ujian-ujian yang dihadapi oleh para Panca Pandawa khususnya yang dialami oleh Yudhistira. Selain itu unsure awidya atau kegelapan jiwa akan memuncculkan perilaku yang bertentangan denagn ajaran dharma. Untuk menghindari diri dari jurang kesengsaraan atau kegelapan kita hendaknya selalu dapat introspeksi diri dengan menjalankan /melaksanakan ajaran Astangga Yoga. Sama halnya dengan perjalanan Panca Pandawa untuk mencapai Surga yang penuh dengan ujian, mereka lewati satu demi satu sampai akhirnya meninggal di dalam perjalanan, disebabkan oleh karma tidak baik yang mereka perbuatan semasa hidupnya. Hanya Yudhistira yang dapat melanjutkan perjalanan untuk mencapai Surga karena semasa hidupnya selalu mengamalkan ajaran Dharma. Namun karena karma baik mereka akhirnya dapat mencapai Surga. Jadi hanya dengan karma baik dan dengan melaksanakan ajaran Dharmalah seseorang dapat mencapai kebahagiaan yang abadi

Sejarah Topeng Sidakarya




Kisah Dalem Waturenggong , Terkait Sejarah Topeng Sidakarya

Di ceritakan Di suatu desa yang bernama Keling ada pendeta yang sangat termahsyur tentang kebenaran utama yang mempunyai “Ilmu Kelepasan Jiwa”. Disebut Brahmana Keling karena beliau berasal dari Daerah Keling, Jawa Timur. Beliau juga mendirikan pesraman/pertapaan di lereng Gunung Bromo. Brahmana Keling adalah putra dari Danghyang Kayumanis, cucu dari Empu Candra, kumpi dari Mpu Bahula dan cicit dari Empu Beradah.

Dalam Perjalanan beliau dari tanah Jawa ke Bali sampailah beliau di suatu Desa pesisir pantai yaitu Desa Muncar. Di sini beliau sejenak beristirahat sambil menikmati keindahan panorama selat

Bali, Tanpa disadari sebelumnya di hadapan beliau tiba-tiba muncul ayahnya (Dang Hyang Kayumanis). Sang Ayah bercerita panjang tentang keberadaannya di Nusa Bali, bahwa di Bali sekarang ini di Kerajaan Gelgel yang menjadi Raja adalah Dalem Waturenggong dan Dang Hyang Nirartha yang mendampingi Dalem Waturenggong sebagai penasehat dalam bidang keagamaan (kerohanian) yang akan melaksanakan Upacara (Karya Eka Dasa Rudra di Pura Besakih).


Mendengar Sang Ayah bercerita demikian, lalu pertemuan Dang Hyang Kayumanis dengan anaknya Brahmana Keling di Desa Muncar sudah selesai sekaligus merupakan pertemuan yang terakhir. Sang Ayah melanjutkan perjalanan menuju ke Pesraman di Jawa Timur (Daerah Keling) sedangkan Brahmana Keling selanjutnya menuju pulau Bali menuju Kerajaan  Gelgel.


Singkat Cerita sampailah Brahmana Keling di Kerajaan Gelgel. sesampainya Brahmana Keling di Gelgel Keraton dalam keadaan sepi, beliau lalu diterima oleh beberapa pemuka masyarakat yang ada di Keraton.

Dengan penampilan yang lusuh dan kumel  brahmana mengatakan ingin bertemu dengan saudaranya yang tak lain adalah Dalem Waturenggong dan Dang Hyang Nirartha.Namun masyarakat yang ada dikeraton menyampaikan bahwa Dalem Waturenggong dan  Dang Hyang Nirartha berada di Pura Besakih . Akhirnya  Bramana Keling Pergi Ke Pura Besakih .sesampainya disana Brahmana Keling menjawab sama, bahwa beliau ingin menemui saudaranya Dalem Waturenggong dan Dang Hyang Nirartha yang katanya sedang ada di Pura. Masyarakat tadi pun belum berani menghadap Dalem karena ia beranggapan bahwa orang yang datang dalam keadaan begini tidak mungkin saudara Sang Prabu maupun Dang Hyang Nirartha, bahkan masyarakat sangat tersinggung dengan pengakuan sang Brahmana ini yang mengaku-ngaku bersaudara dengan Dalem junjungannya.Tetapi Brahmana Keling bersikeras dan karena suatu sebab rakyat tidak dapat menghalanginya, serta tidak ada yang melihat beliau menuju ke dalam. Akhirnya  mungkin karena saking payahnya beliau dalam perjalanan panjang Brahmana Keling langsung menuju Pelinggih Surya Chandra, di atas sanalah beliau duduk berstirahat sejenak, untuk melepas penatnya.Kejadian Itu pun disaksikan Oleh Dalem Waturenggong dan beliau murka karena orang itu berani duduk di pelinggih Surya Chandra .Para prajurit pun melaporkan apa yang terjadi sebelumnya pada Dalem Waturenggong.


Mendengar apa yang dilaporkan oleh para prajurit dan para pengayah, bertambah murkanya Sang Prabu, seketika itu dengan suara yang bergetar keras memerintahkan para prajurit, pengayah dan rakyat untuk segera menyeret keluar orang yang disangka gila itu. Serta merta prajurit dan masyarakat mengusir Brahmana Keling dengan suara sorak sorai, karena saking mulianya hati Brahmana Keling sebab sama sekali beliau tidak mengadakan perlawanan apa-apa akhirnya beliau mengalah karena perintah keras Sang Prabu yang sudah tidak mengakuinya lagi sebagai saudara.

Sebelum Brahmana Keling meninggalkan Pura Besakih pada saat pengusiran dirinya Beliau lalu mengucapkan Kutuk Pastu yang isinya : "Wastu tats astu karya yang dilaksanakan di Pura Besakih ini tan Sidakarya (tidak sukses), bumi kekeringan, rakyat kegeringan (diserang wabah penyakit), sarwa gumatat-gumitit (binatang-binatang kecil / hama) membuat kehancuran (ngrubeda) di seluruhjagat (bumi) Bali ". Begitu suara Brahmana Keling keluar seperti halilintar menyambar di Siang bolong semua masyarakat menyaksikan dengan menganga, terpaku tak berkutit sedikitpun, lalu Brahmana Keling meninggalkan pura Besakih menuju Barat Daya.

Sepeninggal Brahmana Keling dari Pura Besakih tidak berselang beberapa hari suasana sejagat Bali terutama Kraton Gelgel dan sekitarnya mulai menampakkan situasi yang tidak mengenankan. Seperti ucapan Sang Brahmana, semua tanaman pohon pohonan yang berguna bagi pelaksanaan penunjang karya seperti : kelapa, pisang, padi, sayuran dan sebagainya semua layu, buah berguguran, wabah / hama seperti : ulat, tikus dan lain-lain semakin banyak dan ganas menyerang tanaman-tanaman para petani, bumi seketika kering kerontang, wabah penyakit merajalela menyerang penduduk keadaan sangat mengerikan (gerubug) antara pengayah bertengkar tanpa sebab dan semuanya dalam keadaan kacau balau.




Sehingga jadwal pelaksanaan karya urung diurungkan, karena sudah tidak memungkinkan untuk diteruskan. Melihat kenyataan seperti ini lalu Dang Hyang Nirartha diperintahkan oleh Ida Dalem melakukan upakara pembasmian dengan melakukan tapa semadi juga tidak mempan dan bahkan semakin menjadi-jadi, semua keadaan serba menyedihkan akhinya Ida Dalem sendirilah yang turun tangan, memerintahkan Dang Hyang Niratha, untuk membuat upakara lanjut mengadakan tapa semadi.

Pada suatu malam Dalem Waturenggong mengadakan semadi di Pura Besakih. Beliau mendapat pewisik petunjuk dari Ida Betara yang bersthana di Pura Besakih, bahwa Beliau telah berdosa mengusir saudaranya sendiri secara hina dan untuk mengembalikan keadaan seperti sedia kala hanya Brahmana Kelinglah yang mampu melakukan hal itu.

Setelah mendapatkan petunjuk , esok harinya langsung Ida Dalem memanggil Perdana Mentrinya Arya Kepakisan (Gusti Agung Petandakan) serta memanggil para Patih lainnya seperti Arya

Pengalasan, Arya Ularan dan lain-lain termasuk para punggawa untuk mengadakan sidang. Dalam sidang tanpa agenda tersebut memutuskan agar secepatnya menjemput Brahmana Keling yang pernah diusirnya.


Singkat cerita berangkatlah rombongan penjemput Brahmana Keling ke Badanda Negara, pertama-tama menuju Keraton Tegeh Kori di Badung untuk meminta petunjuk lebih lanjut akhirnya menuju Badanda Negara (Pesisir Selatan Kerajaan Badung = Sidakarya sekarang). Sesampainya rombongan di Badanda Negara bertemulah dengan Brahmana Keling lalu rombongan menghaturkan sembah sujud mohon ampun sekaligus menceritakan tentang maksud kedatangannya menghadap Sang Brahmana. Sesuai dengan perintah Ida Dalem memohon agar Ida Brahmana Keling bersedia datang kehadapan Dalem Waturenggong sesegera mungkin. Begitu mendengar cerita dan permohonan utusan Dalem Waturenggong, Ida Brahmana Keling sudah mengerti dan menanggapi semuanya, selanjutnya mempersilahkan kepada utusan rombongan Dalem segera berangkat duluan, Brahmana Keling akan menyusul.

Perjalanan kembali Brahmana Keling ke Puri Gelgel lanjut Basakih tidak ada yang tahu. Beliau sudah ada duluan dengan rombongan penjemputnya di hadapan Dalem Waturenggong di Pura Besakih. Setibanya Brahmana Keling di Pura Besakih barulah beliau disambut selayaknya tamu yang diperlakukan dengan segala hormat ,ramah dan sopan .

Dalam percakapan beliau berdua yang disaksikan juga oleh Dang Hyang Nirartha, pada dasarnya bahwa apabila Brahmana Keling mampu mengembalikan kekeringan, kegeringan, keamanan dan kenyamanan jagat Bali seperti sedia kala maka Dalem Waturenggong berjanji dan bersedia mengakui memang benar Brahmana Keling saudara Dalem Waturenggong. Mendengar sabda Ida Dalem sedemikian Brahmana Keling dengan senang hati menyanggupinya, seketika itu pula tanpa

prasarana, sesajen apapun beliau hening sejenak mengucapkan mantra-mantra dan dengan kekuatan batin yang luar biasa terbuktilah:

Ayam hitam dikatakan putih, benar-benar menjadi putih.Kelapa yang kekeringan, layu tanpa buah seketika berubah menjadi subur, hijau dan dengan buah yang sangat lebat, begitu juga pisang yang kuning dan layu dikatakan hidup kembali dan berbuah ternyata benar.Hama tikus, walang sangit, wereng, ulat, dan sebagainya yang menyerang tumbuh-tumbuhan dikatakan lenyap, langsung lenyap seketika.Bumi kering menjadi subur.Masyarakat rakyat kegeringan seketika menjadi sehat  Apa yang diucapkan Brahmana Keling betul¬betul terbukti sehingga Ida Dalem, Danghyang Nirartha serta hadirin semua yang menyaksikan dengan penuh keheranan dan terpesona, karena dihadapannya terjadi hal-hal aneh yang menakjubkan. Akhinya pada saat itu juga Dalem Waturenggong mengakui bahwa Brahmana Keling adalah saudaranya sendiri.


Pelaksanaan karya di Pura Besakih, sehabis situasi tersebut, dapat dikembalikan seperti sediakala dan bahkan keadaannya lebih baik dari hari-hari sebelumnya, sehingga karya dapat dilanjutkan kembali

Berkat jasa Brahmana Keling yang mampu menciptakan kesejahteraan alam lingkungan yang lebih baik dari tahun ke tahun, hasil alam/bumi yang melimpah ruah sebagai sarana prasarana suksesnya pelaksanaan karya, sehingga karya dapat berjalan dengan aman, nyaman dan sukses / berhasil sidakarya sesuai dengan harapan Ida Dalem Waturenggong. Oleh karenanya Brahmana Keling dianugrahi gelar Dalem. Mulai saat inilah Brahmana Keling mabiseka Dalem Sidakarya. Lanjut dibuatkan upacara pediksan sebagaimana mestinya.


Saking gembiranya Ida Dalem karena karya yang dilaksanakan betul-betul berhasil (Sidakarya), selain gelar Dalem yang dianugrahkan, atas nasihat dan anjuran Dang Hyang Nirartha (disamping itu mungkin karena, sabda Hyang Pramawisesa) Dalem Waturenggong di Pura Besakih dihadapan para Menteri / Patih / Para Arya di kiri kanan Dalem Waturenggong duduk Dang Hyang Nirartha dan Dalem Sidakarya, bersabda :


1. Mulai saat ini dan selanjutnya bagi setiap umat Hindu di seluruh jagat yang melaksanakan karya wajib (wenang) nunas tirta Penyida Karya yang bertempat di Pesraman Dalem Sidakarya, supaya karya menjadi Sidakarya (Pemuput karya), yang terletak di pesisir selatan Jagat Badung (= di Desa Sidakarya sekarang).

2. Pada setiap upakara wajib disebarkan sarana serba sidakarya seperti : Sayut Sidakarya untuk dibanten (sesajen) dan jejaitan, Tipat Sidakarya untuk boga (makanan / kesejahteraan), Topeng Sidakarya untuk wali (keselarasan).Tujuannya supaya semua penunjang pelaksanaan karya serba sidakarya = berhasil.

3. Demi sempurnanya pelaksanaan karya wajib mementaskan Wali Topeng Sidakarya. (Tirta Sidakarya sebaiknya diiringi Topeng Sidakarya dari Sidakarya).

4. Wajib nunas Catur Bija dan Panca Taru Sidakarya. Itulah lebih kurang isi sabda Dalem Waturenggong pada saat itu yang sampai sekarang ini dan seterusnya wajib dipatuhi oleh umat Hindu sejagat.



Mantra Menolak Bahaya




Doa Menolak Bahaya:

Om Om Asta Maha Bayaya
Om Sarwa Dewa, Sarwa Sanjata, Sarwa Warna Ya Namah,
Om Atma Raksaya, Sarwa Satru, Winasaya Namah Swaha

Artinya :

Oh Sanghyang Widhi Wasa Penakluk Segala Macam Bahaya Dari Segala Penjuru, Hamba Memujamu Dalam Wujud Sinar Suci Dengan Beraneka Warna Dan Senjata Yang Ampuh. Oh Sanghyang Widhi Wasa Lindungilah Jiwa Kami. Semoga Semua Musuh Binasa

Mantra Memohon Perlindungan




Mantra Memohon Perlindungan :

Om Trayambhakam yajàmahe
sugandhim pusti wardhanam
unwarukam iwa bandhanàt
mrtyor muksiya màmrtàt
OM Visvani deva savitar,duritani para suva
Yad bhadram tan- na a suva

Yajur Veda XXX. 3

Artinya:

Ya Tuhan, hamba memuja Hyang Trayambhaka/Rudra yang menyebarkan keharuman dan memperbanyak makanan. Semoga la melepaskan hamba seperti buah mentimun dari batangnya, melepaskan dari kematian dan bukan dari kekekalan.
Ya tuhan yang maha esa, pencipta alam semesta, jauhkanlah kami dari semua kejahatan dan bimbinglah kami untuk memperoleh yang bermanfaat untuk kami.



 

Blogger news

Made Wihadnyani

About